About

Rabu, 09 November 2016

CERPEN


MISTERI RUMAH ANGKER


Sekitar pukul setengah 6 sore. Hari sudah menjelang senja. Sang surya sudah masuk ke tempat peristirahatannya. Burung-burung pun sudah kembali ke sarangnya. Aku termenung di teras sendirian sambil bermain handphone.
‘’Lina, tolong anterin baju ini ke tempat penjahit Pak Ano yah?’’ kata Ibuku.
‘’Pak Ano siapa bu? Yang mana yah?’’ tanya balikku ke Ibu
‘’Itu loh Lin, masa kamu nggak tau Pak Ano yang rumahnya deket sungai, Ibu mau jahit baju buat kondangan Mas Adip minggu depan. Tolong anterin yah?’’

*****

          Aku terdiam sambil berpikir sejenak, aku baru ingat bukankah rumah Pak Ano itu deket rumah Nini Nisem yang baru meninggal satu tahun yang lalu itu kah? Sebulan yang lalu Nini Nisem mengalami sakit paru-paru dan meninggal dunia. Karena ia sudah tidak punya suami, anak, cucu, dan kerabat, kini rumahnya kosong tidak ada yang menempati. Keadaan  rumah Nini Nisem sudah berantakan tidak terawat seperti rumah hantu, banyak semak-semak liar di halaman rumahnya, jendelanya juga yang kotor, kusam, dan gelap gulita menjadi terlihat seperti ada bayangan orang di dalam rumah tersebut. Di depan rumah Nini Nisem berdiri sebuah pohon mangga yang besar dan umurnya sudah bertahun-tahun.  

Menurut warga dan anak-anak sekitar, rumah Nini Nisem bisa dibilang angker dan menyeramkan. Konon katanya, banyak yang sering melihat kejadian aneh, misalnya melihat Nini Nisem sedang mencabuti rerumputan di halaman rumah, ada yang melihat jemuran Nini Nisem tergantung berjejer di depan rumah, pokoknya banyak sekali yang bercerita mistis tentang rumah Nini Nisem itu. Jika kita melewati rumah itu, mungkin saja kita bakal merinding ketakutan. Karena letaknya yang berada dekat dengan sungai ini, ada juga suara air sungai yang juga membuat suasana sekitar rumah menjadi lebih angker.
‘’Gimana lin, mau nggak disuruh Ibu?’’ suara Ibuku seketika itu membuyarkan lamunanku.
‘’Rumah Pak Ano itu deket tempatnya Nini Nisem yah Bu?’’ tanyaku.
‘’Iya memang kenapa nak, kamu takut? Kalau takut biar Ibu suruh Mba Ciput saja untuk nganterin.’’ Ucap Ibuku.
‘’Engga kok Bu, biasa aja lah aku ngga takut. Udah biar aku aja  yang nganterin baju Ibu.’’ Kataku sambil mengambil kantong plastik berisi baju yang dipegang Ibuku.

          Sambil berangkat kesana, di perjalanan terpikir di benakku apakah yang akan kulihat dan aku rasakan nanti saat melewati rumah Nini Nisem, aku terus menebak dan bertanya-tanya, tetapi bukannya di daerah itu banyak warga lain yang tinggal, terus kenapa aku harus takut dan deg-degan? Ucapku dalam hati. Lagi pula, aku kan hanya melewati rumah itu, bayangku sambil terus berjalan memasuki gang-gang di Desa itu menuju rumah Pak Ano.

          Memasuki gang rumah Pak Ano, aku merasa sedikit khawatir dan deg-degan melihat beberapa rumah yang berpenghuni dan ada juga yang kosong. Ada yang terang ada juga yang gelap gulita. Akhirnya aku tiba di depan rumah Nini Nisem. Aku kaget dan heran, ternyata pohon mangga yang besar dan tua yang konon menyeramkan itu sudah tidak ada. Belum lama ini pohon itu sudah ditebang oleh salah seorang warga sekitar. Sisa-sisa kayu ranting bekas tebangan yang berjatuhan juga masih berserakan di halaman rumah, rerumputan liarnya sudah dipotong, kaca jendela rumahnya sudah dibersihkan, lampu teras rumahnya sudah terang dan memadai. Pokoknya keadaaan rumah itu sekarang sudah bersih dan terawat tidak seperti dulu lagi. Tidak ada penampakan apapun yang terlihat dari rumah Nini Nisem.

          Aku terus berjalan sendirian hingga akhirnya aku sampai di depan rumah Pak Ano. Ternyata, di depan rumah sudah ada Pak Ano yang sedang membaca koran.
‘’Assalamu’alaikum Pak, saya disuruh Ibu untuk mengantarkan jahitan baju milik Ibu.’’ Ucapku sambil memberikan kantong plastik dari Ibuku yang berisi baju tadi.
‘’Wa’alaikum Salam, Oh iya nduk.’’, jawab Pak Ano.
‘’Bajunya bisa diambil kapan yah Pak?’’ tanyaku.
‘’Kira-kira bajunya diambil besok sore atau lusa yah bilang ke Ibu.’’ Ucap Pak Ano.
‘’Iya pak nanti saya sampaikan ke Ibu.’’

          Karena aku penasaran dengan cerita tentang pohon mangga depan rumah Nini Nisem itu, aku pun langsung bertanya kepada Pak Ano dan ingin cepat tahu kebenarannya.
‘’Pak, itu pohon mangga depan rumah Nini Nisem kenapa ditebang yah?’’ tanyaku.
‘’Oh iya nduk, habisnya banyak orang yang suka cerita macam-macam tentang rumah itu. Ada yang katanya  melihat Nini Nisem lah, inilah, itulah. Gosip dan kabar yang beredar dimana-mana belum tentu kebenarannya. Beberapa tetangga akhirnya setuju untuk menebang pohon mangga dan merapikan rumah Nini Nisem.’’ Pak Ano menjawab pertanyaanku dengan sangat detail.
‘’Ooh gitu yah Pak, akhirnya mitos-mitos itu sekarang sudah tidak ada lagi, dan kita tidak akan merasa was-was lagi.’’
‘’Iya nduk, ya sudah jangan takut lagi yah, sekarang kan sudah terbukti kalau rumah itu tidak ada apa-apanya. Hanya saja karena tidak ada penghuninya makannya rumah itu tidak ada yag merawatnya dan kelihatan angker.
‘’Yaudah Pak terima kasih atas infonya. Saya pamit pulang dulu, Assalamu’alaikum.’’ 
‘’Iya nduk, hati-hati. Wa’alaikum salam.’’

          Akhirnya dengan hati yang sudah lega, aku pun beranjak pulang untuk menceritakan hal tadi ke Ibu. Sesampainya di rumah,
Tok.... tok.... tok....  (suaraku mengetuk pintu rumah).
lalu Ibu membukakan pintunya.
‘’Assalamu’alaikum Bu, tadi bajunya udah aku anter yah.’’
‘’Iya makasih yah nak.’’ Ucap Ibu.
‘’Bu, tadi aku ke rumah Pak Ano melewati rumah Nini Nisem, ternyata bu, kata Pak Ano semua gosip cerita anak-anak itu yang katanya disana angker sekarang sudah terbukti tidak benar bu. Mungkin itu semua hanyalah pemikiran mereka yang melihat rumah yangkotor itu sehingga kelihatan angker seperti rumah hantu.’’
‘’Iya nak makannya kalau ada apa-apa itu jangan langsung ambil kesimpulan sendiri tanpa tau kejelasannya. Ya sudah sekarang kan udah malem, kamu masuk kamar mending belajar yah nak.’’
‘’Iya bu.’’


*** TAMAT ***


         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar