MISTERI RUMAH ANGKER
Sekitar pukul setengah 6 sore. Hari sudah
menjelang senja. Sang surya sudah masuk ke tempat peristirahatannya.
Burung-burung pun sudah kembali ke sarangnya. Aku termenung di teras sendirian
sambil bermain handphone.
‘’Lina,
tolong anterin baju ini ke tempat penjahit Pak Ano yah?’’ kata Ibuku.
‘’Pak
Ano siapa bu? Yang mana yah?’’ tanya balikku ke Ibu
‘’Itu
loh Lin, masa kamu nggak tau Pak Ano yang rumahnya deket sungai, Ibu mau jahit
baju buat kondangan Mas Adip minggu depan. Tolong anterin yah?’’
*****
Aku terdiam sambil berpikir sejenak,
aku baru ingat bukankah rumah Pak Ano itu deket rumah Nini Nisem yang baru
meninggal satu tahun yang lalu itu kah? Sebulan yang lalu Nini Nisem mengalami
sakit paru-paru dan meninggal dunia. Karena ia sudah tidak punya suami, anak,
cucu, dan kerabat, kini rumahnya kosong tidak ada yang menempati. Keadaan rumah Nini Nisem sudah berantakan tidak terawat
seperti rumah hantu, banyak semak-semak liar di halaman rumahnya, jendelanya
juga yang kotor, kusam, dan gelap gulita menjadi terlihat seperti ada bayangan
orang di dalam rumah tersebut. Di depan rumah Nini Nisem berdiri sebuah pohon
mangga yang besar dan umurnya sudah bertahun-tahun.
Menurut
warga dan anak-anak sekitar, rumah Nini Nisem bisa dibilang angker dan
menyeramkan. Konon katanya, banyak yang sering melihat kejadian aneh, misalnya
melihat Nini Nisem sedang mencabuti rerumputan di halaman rumah, ada yang
melihat jemuran Nini Nisem tergantung berjejer di depan rumah, pokoknya banyak
sekali yang bercerita mistis tentang rumah Nini Nisem itu. Jika kita melewati
rumah itu, mungkin saja kita bakal merinding ketakutan. Karena letaknya yang
berada dekat dengan sungai ini, ada juga suara air sungai yang juga membuat
suasana sekitar rumah menjadi lebih angker.
‘’Gimana
lin, mau nggak disuruh Ibu?’’ suara Ibuku seketika itu membuyarkan lamunanku.
‘’Rumah
Pak Ano itu deket tempatnya Nini Nisem yah Bu?’’ tanyaku.
‘’Iya
memang kenapa nak, kamu takut? Kalau takut biar Ibu suruh Mba Ciput saja untuk
nganterin.’’ Ucap Ibuku.
‘’Engga
kok Bu, biasa aja lah aku ngga takut. Udah biar aku aja yang nganterin baju Ibu.’’ Kataku sambil mengambil
kantong plastik berisi baju yang dipegang Ibuku.
Sambil berangkat kesana, di perjalanan
terpikir di benakku apakah yang akan kulihat dan aku rasakan nanti saat
melewati rumah Nini Nisem, aku terus menebak dan bertanya-tanya, tetapi
bukannya di daerah itu banyak warga lain yang tinggal, terus kenapa aku harus
takut dan deg-degan? Ucapku dalam hati. Lagi pula, aku kan hanya melewati rumah
itu, bayangku sambil terus berjalan memasuki gang-gang di Desa itu menuju rumah
Pak Ano.
Memasuki gang rumah Pak Ano, aku
merasa sedikit khawatir dan deg-degan melihat beberapa rumah yang berpenghuni
dan ada juga yang kosong. Ada yang terang ada juga yang gelap gulita. Akhirnya
aku tiba di depan rumah Nini Nisem. Aku kaget dan heran, ternyata pohon mangga
yang besar dan tua yang konon menyeramkan itu sudah tidak ada. Belum lama ini pohon
itu sudah ditebang oleh salah seorang warga sekitar. Sisa-sisa kayu ranting
bekas tebangan yang berjatuhan juga masih berserakan di halaman rumah,
rerumputan liarnya sudah dipotong, kaca jendela rumahnya sudah dibersihkan,
lampu teras rumahnya sudah terang dan memadai. Pokoknya keadaaan rumah itu
sekarang sudah bersih dan terawat tidak seperti dulu lagi. Tidak ada penampakan
apapun yang terlihat dari rumah Nini Nisem.
Aku terus berjalan sendirian hingga
akhirnya aku sampai di depan rumah Pak Ano. Ternyata, di depan rumah sudah ada
Pak Ano yang sedang membaca koran.
‘’Assalamu’alaikum
Pak, saya disuruh Ibu untuk mengantarkan jahitan baju milik Ibu.’’ Ucapku
sambil memberikan kantong plastik dari Ibuku yang berisi baju tadi.
‘’Wa’alaikum
Salam, Oh iya nduk.’’, jawab Pak Ano.
‘’Bajunya
bisa diambil kapan yah Pak?’’ tanyaku.
‘’Kira-kira
bajunya diambil besok sore atau lusa yah bilang ke Ibu.’’ Ucap Pak Ano.
‘’Iya
pak nanti saya sampaikan ke Ibu.’’
Karena aku penasaran dengan cerita
tentang pohon mangga depan rumah Nini Nisem itu, aku pun langsung bertanya kepada
Pak Ano dan ingin cepat tahu kebenarannya.
‘’Pak,
itu pohon mangga depan rumah Nini Nisem kenapa ditebang yah?’’ tanyaku.
‘’Oh
iya nduk, habisnya banyak orang yang suka cerita macam-macam tentang rumah itu.
Ada yang katanya melihat Nini Nisem lah,
inilah, itulah. Gosip dan kabar yang beredar dimana-mana belum tentu
kebenarannya. Beberapa tetangga akhirnya setuju untuk menebang pohon mangga dan
merapikan rumah Nini Nisem.’’ Pak Ano menjawab pertanyaanku dengan sangat
detail.
‘’Ooh
gitu yah Pak, akhirnya mitos-mitos itu sekarang sudah tidak ada lagi, dan kita
tidak akan merasa was-was lagi.’’
‘’Iya
nduk, ya sudah jangan takut lagi yah, sekarang kan sudah terbukti kalau rumah
itu tidak ada apa-apanya. Hanya saja karena tidak ada penghuninya makannya
rumah itu tidak ada yag merawatnya dan kelihatan angker.
‘’Yaudah
Pak terima kasih atas infonya. Saya pamit pulang dulu, Assalamu’alaikum.’’
‘’Iya
nduk, hati-hati. Wa’alaikum salam.’’
Akhirnya dengan hati yang sudah lega,
aku pun beranjak pulang untuk menceritakan hal tadi ke Ibu. Sesampainya di
rumah,
Tok....
tok.... tok.... (suaraku mengetuk pintu
rumah).
lalu
Ibu membukakan pintunya.
‘’Assalamu’alaikum
Bu, tadi bajunya udah aku anter yah.’’
‘’Iya
makasih yah nak.’’ Ucap Ibu.
‘’Bu, tadi
aku ke rumah Pak Ano melewati rumah Nini Nisem, ternyata bu, kata Pak Ano semua
gosip cerita anak-anak itu yang katanya disana angker sekarang sudah terbukti
tidak benar bu. Mungkin itu semua hanyalah pemikiran mereka yang melihat rumah
yangkotor itu sehingga kelihatan angker seperti rumah hantu.’’
‘’Iya
nak makannya kalau ada apa-apa itu jangan langsung ambil kesimpulan sendiri
tanpa tau kejelasannya. Ya sudah sekarang kan udah malem, kamu masuk kamar
mending belajar yah nak.’’
‘’Iya
bu.’’
***
TAMAT ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar